Featured Post

Danau Kelimutu dan Pesona 3 Warna Air yang Dilihat dari Langit

Keindahan Danau Kelimutu membuat banyak orang ingin ke sana. Tapi memang tidak mudah mencapai puncak gunung Kelimutu untuk menatap keind...

Friday, July 3, 2015

Menelusuri Sejarah, Menemukan Hari Jadi Kota Ende (bagian Pertama)


Setiap kota tentu memiliki sejarah asal usulnya. Sejarah asal usul ini merupakan karakteristik unik setiap kota, yang patut ditelusuri dan dibanggakan. Kebanyakan kota-kota di Indonesia telah menentukan dan merayakan hari lahirnya. Kota Jakarta misalnya, dirayakan hari jadinya setiap tanggal 22 Juni. Kota Yogyakarta, pada setiap tanggal 7 Oktober,
kota Fakfak pada setiap tanggal 16 November, kota Gianyar (Bali) pada setiap tanggal 19 April, kota Klungkung (Bali) pada setiap tanggal 18 April, dan kota Negara (Bali) setiap tanggal 16 Agustus.

Sebagai sebuah Kabupaten, hari lahir Kabupaten Ende jatuh pada setiap tanggal 9 Agustus. Entah mengapa, hari lahir Kabupaten Ende ini pun jarang untuk dirayakan oleh warga Kabupaten Ende.

Sebagai sebuah Kota, hingga kini Kota Ende ternyata belum menentukan hari lahirnya. Padahal momentum perayaan hari lahir sebuah kota, biasanya menjadi momentum untuk merefleksi keberadaan dan perkembangan kota itu, disamping momentum untuk diadakannya berbagai perayaan-perayaan seremonial dan menyajikan hiburan rakyat.

Menyusuri sejarah kapan sebenarnya Kota Ende itu lahir, berdasarkan data dan informasi sejarah yang ada, kami berpendapat bahwa pada tanggal 1 April 1915 itulah sebenarnya Kota Ende dilahirkan. Pendapat ini didasarkan pada momentum sejarah, dimana pada tanggal tersebut merupakan tanggal awal pemerintahan Belanda di Ende dengan membentuk Onderafdeeling Ende yang beribukota di Ende (Kini Kota Ende). 

Sejak dibentuknya Onderafdeeling itu, oleh pemerintah Belanda, di Ende mulai dilakukan penataan administrasi pemerintahan, dan pembangunan fasilitas-fasilitas umum baik fasilitas perkantoran pemerintahan (pemerintahan Belanda dan raja Ende), maupun fasilitas publik lainnya seperti lapangan (alun-alun), kolam renang, kantor pos, kantor telekomunikasi, dan sebagainya, meski sebelumnya di wilayah ini juga telah ada sekolah (sekolah cina) dan jalan yang terlebih dahulu telah dibangun, serta adanya pasar dan pelabuhan laut di sekitar Teluk Ende.

Bagaimanakah kami tiba pada kesimpulan demikian? Berikut disajikan sekilas Sejarah awal terbentuknya pemukiman dan berkembangnya Ende sebagai kota administrasi, pendidikan dan perdagangan :   ========

Sebelum mencermati sejarah asal-usul terbentuknya dan tumbuhnya Kota Ende, ada baiknya kita memahami dulu pengertian atau konsep-konsep tentang sebuah pemukiman dikatakan sebagai Kota, dan konsep mengenai timbul dan berkembangnya sebuah kota.

Pengertian-Pengertian Tentang “Kota”


Mendefinisikan sebuah Kota tentu tidaklah mudah. Ada beberapa pendapat tentang definisi sebuah Kota. Bintarto mendefinisikan sebuah Kota sebagai berikut :“dari segi geografi, kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangannya”

Dari definisi tersebut, tampak bahwa, dari segi kependudukan diisyaratkan bahwa suatu wilayah dapat disebut Kota apabila memiliki tingkat kepadatan penduduk yang lebih besar, corak kehidupannya heterogen dan lebih materialistis dibandingkan dengan daerah di sekitarnya. Wlaupun demikian tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah penduduk.

Menurut N. Daldjoeni, apabila ditunjau dari segi fisik, Kota merupakan suatu pemukiman yang mempunyai bangunan-bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan yang mempunyai prasarana dan sarana, atau berbagai fasilitas yang relatif mamadai guna memenuhi kebutuhan penduduknya. Ciri lainnya, yaitu berkembangnya institusi, terdapat bangunan atau gedung-gedung penting seperti gedung pemerintahan, gereja, bank, mesjid, rumah tahanan, dan fasilitas umum lainnya.

Kota dapat diartikan sebagai suatu tempat tinggal yang penduduknya terutama hidup dari perniagaan (bukan pertanian). Disini, selalu ada tukar menukar barang di tempat pemukiman. Dengan kata lain, adanya pasar merupakan komponen penting dari penghidupan penduduk sebuah kota, walaupun tidak berarti bahwa semua pasar dapat mengubah lokasi yang ada pasarnya menjadi kota. Oleh karena itu, istilah Kota di sini berarti tempat pasar (Sartono Kartodirdjo).

Apabila ditinjau dari segi sosial, kota juga dapat diartikan sebagai “sekelompok orang dalam jumlah tertentu yang secara komulatif hanya mempunyai hubungan yang rasional, ekonomis, bersifat individual, dan sering terjadi lebih bebas dalam memilih hubungan sendiri” (Marbun, 1979: hal. 22-23). Kota juga diartikan sebagai “sebuah tempat yang sering digunakan sebagai tempat kedudukan lembaga-lembaga birokrasi, pasar, dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas pemerintahan”.

Dari berbagai batasan di atas, terdapat satu elemen penting yang sama, yakni kota itu terdiri atas sekelompok rumah dimana rumah yang satu terpisah dari rumah lainnya, yang merupakan tempat kediaman yang relatif tertutup. Walaupun tidak semuanya, biasanya rumah di kota-kota didirikan saling berdekatan bahkan berhimpitan. Dengan demikian, elemen kelompok itu terkandung dalam konsep sehari-hari mengenai kota, sehingga kota adalah lokalitas yang luas (Kartodirdjo, 1977:13).

Apabila ditinjau dari jumlah penduduk ternyata tidak ada kepastian. The state bureau of the census menentukan jumlah 2.500 orang. PBB mengisyaratkan 100.000 jiwa untuk syarat jumlah penduduk sebuah kota. Di negara Belanda, batas untuk dapat dikatakan Kota yaitu 20.000 orang atau lebih, demikian pula di India, Belgia, dan Yunani. Untuk Meksiko, Amerika Serikat, dan Venezuela 2.500 orang. Portugal dan Checozlovakia batasnya 2.000 orang ke atas. Irlandia 1.500 orang ke atas, Selandia Baru 1.000 orang ke atas. Yang paling kecil adalah Islandia yaitu hanya 300 orang ke atas.

Beragam jumlah penduduk yang dipersyaratkan di atas untuk menentukan sebuah kota dapat dibagi dalam beberapa kelas, yaitu Kota yang penduduknya kurang dari 20.000 digolongkan sebagai kota kecil; kota dengan jumlah penduduk antara 20.000 sampai dengan 100.000 digolongkan sebagai kota sedang, dan kota dengan jumlah penduduknya di atas 100.000 disebut kota besar (Bintarto, 1984: hal. 38-40).

Ternyata, dari sisi kepadatan penduduknya, memang tidak ada suatu standar yang sama mengenai jumlah minimum populasi penduduk yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan pemukiman tersebut sebagai sebuah kota. Analisa berdasarkan jumlah penduduk saja tidak cukup kuat untuk menentukan apakah sebuah wilayah adalah sebuah kota atau tidak.

Pandangan yang sedikit berbeda dikemukakan oleh J.H. Goode. Ia mengatakan bahwa sejumlah ciri yang dipandang juga sangat menentukan watak khas tata kehidupan sebuah kota, yaitu : (1) Adanya peranan yang cukup besar yang dipegang oleh sektor sekunder (industri) dan sektor tersier (jasa) dalam kehidupan ekonominya; (2) Jumlah penduduk yang relatif besar; (3) Heterogenitas susunan penduduk; dan (4) Kepadatan penduduk yang relatif tinggi (S. Menno, Mustamin Alwi, 1991: 24-25).

Louis Wirth dalam karangannya yang berjudul “Urbanism as a way of live” yang dikutip oleh Schoorl (1980) mendefinisikan kota sebagai suatu “relatifely large, dense, and permanent setlement of socially heterogenous individuals” (suatu pemukiman permanen yang cukup besar dan padat dari indvidu-individu yang beranekaragam yang saling berinteraksi sosial).

Dari semua definisi kota di atas, tampak bahwa untuk merumuskan definisi kota yang lengkap dan dapat diterima oleh semua orang, lebih-lebih sebagai pangkal tolak untuk mempelajari aspek-aspek sosial masyarakat kota dalam sejarah tidaklah mudah.Walaupun demikian, dari definisi-definisi yang ada, dapat ditemukan adanya kesamaan unsur-unsur penting tentang konsep sebuah kota, yaitu dari segi fisik : adanya rumah atau bangunan yang letaknya berdekatan, ada tempat perdagangan (pasar), ada diverensiasi kerja atau spesialisasi (tidak mengandalkan bidang pertanian saja), adanya golongan terpelajar, mempunyai sarana dan prasarana publik, serta jumlah penduduk yang relatif banyak dan juga padat. Disamping itu, juga ditemukan adanya budaya atau arus urbanisasi (perpindahan penduduk) dari wilayah disekitarnya (desa) ke wilayah pemukiman tersebut.       


Timbul dan Berkembangnya Kota


Terdapat beberapa teori yang dapat dijadikan pedoman dalam mengungkapkan saat timbul dan tumbuhnya suatu kota.

Pertama, teori yang dikemukakan oleh Gideon Sjoberg. Menurut Gideon, syarat mutlak timbulnya kota yakni memiliki basis ekologi yang  memadai, adanya teknologi yang maju, serta adanya kompleksitas organisasi sosial terutama struktur kekuasaan yang cukup maju. Munculnya berbagai kelompok atau kategori yang sifatnya khusus seperti golongan terpelajar dapat dipandang sebagai titik awal gejala kota. Jadi tumbuhnya kota disini berhubungan erat dengan tampilnya golongan spesialis non agraris dan golongan yang berpendidikan (Sjoberg, 1965 : 25-31). Keadaan semacam ini mendorong munculnya pembagian kerja tertentu yang menjadi ciri kota.

Kedua, teori yang dikemukakan oleh J.H. Goode, bahwa perkembangan kota dapat dipandang sebagai fungsi dari faktor jumlah penduduk, penguasaan alam lingkungan, kemajuan teknologi, dan kemajuan dalam organisasi sosial (Menno dan Mustamin Alwi, 1992: 18).

Kedua teori diatas menunjukan bahwa, kota atau pusat urban baru, akan berkembang apabila ada jumlah penduduk yang cukup besar untuk mendukung kegiatan-kegiatan kota itu sendiri. Mereka juga sudah harus mampu menguasai sumber-sumber daya alam dan sekelilingnya, sehingga sanggup memanfatkannya untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam bidang teknologi, adanya inovasi dan invensi sehingga mampu mendorong kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Disamping itu, sudah mesti ada kemampuan untuk mengorganisasikan kehidupan mereka dalam kelompok-kelompok ke arah yang lebih maju. Dari teori-teori yang dikemukakan di atas, terlihat keduanya saling melengkapi dan ada relevansinya satu dengan lainnya. Dengan demikian, walaupun tidak seluruhnya dapat digunakan, namun dapat dipakai sebagai pedoman dalam memahami syarat muncul dan mulai berkembangnya sebuah kota.

(dari : “Sejarah Kota Ende”, yang disajikan dalam Seminar Sejarah Kota Ende, pada tanggal 09 Agustus 2004 di gedung Ine Pare, Ende – Flores).

Pustaka Sumber :

Lanjut Ke :
Bagian Kedua : Awal Pemukiman di Ende;
Bagian Ketiga : Keadaan Ende Pada Awal Abad XX;
Bagian Keempat : Ciri-Ciri Kota Ende di Awal Abad XX;
Bagian Kelima : Peran Strategis Ende;
Bagian Keenam : Peristiwa-Peristiwa Penting di Ende di Awal Abad XX.

===========

Booking.com