Featured Post

Danau Kelimutu dan Pesona 3 Warna Air yang Dilihat dari Langit

Keindahan Danau Kelimutu membuat banyak orang ingin ke sana. Tapi memang tidak mudah mencapai puncak gunung Kelimutu untuk menatap keind...

Wednesday, June 19, 2013

Opini : Menyusuri jejak-jejak Bung Karno dalam pengasingan di Ende


Menjalani empat tahun masa pengasingannya di Ende, yang dimulai pada tanggal 14 Januari 1934 sampai 18 Oktober 1938, Bung Karno menyisakan berbagai jejak bersejarah baik fisik (yang terlihat) maupun yang tak terlihat (berbagai kesan, atau ceritera-ceritera), baik yang telah terungkap maupun yang mungkin belum terungkap secara utuh.


Jejak fisik yang terlihat seperti Rumah tinggal Bung Karno dan keluarga serta segala perabotannya, kumpulan naskah-naskah tonil hasil karangan beliau, makam ibu mertua (ibu Amsi), gedung Imaculata sebagai tempat latihan dan pementasan tonil, dan lokasi bekas pohon sukun sebagai tempat beliau menghabiskan waktu untuk menyendiri. Jejak-jejak yang tak terihat berupa kesan-kesan atau cerita-cerita dari para orang tua yang hidup semasa beliau berada di Ende, yaitu antara tahun 1934 sampai 1938, yang diceritakan secara turun temurun.

Untuk jejak-jejak tak terlihat ini, diperlukan suatu penelitian mendalam atau pembukitian demi pembuktian. Meskipun telah mulai diakui secara Nasional, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dengan pembuktian yang pasti dan meyakinkan, yaitu Apakah benar bahwa butir-butir Pancasila itu dilahirkan dari pemikiran-pemikiran Soekarno selama di Ende. Jejak-jejak terlihat sebagaimana disebutkan di atas (Rumah dan segala perabotannya, foto-foto keluarga, makam, dan lain-lain) menunjukan fakta bahwa benar, Soekarno pernah berada di Ende. Namun apakah di antara jejak-jejak itu, ada yang menunjukan atau mengarahkan atau menguatkan bahwa inspirasi lahirnya Pancasila dimulai dari Ende, atau bahkan Pancasila dilahirkan di Ende? Demikian pula pendapat atau ceritera yang (menurut kami) belum diyakini sepenuhnya oleh seluruh warga masyarakat Indonesia, yaitu yang mengatakan bahwa di bawah pohon sukun itulah butir-butir Pancasila ditemukan Bung Karno.

Pada tulisan di bawah ini kita mencoba mengupas, setidaknya mencoba menganalisa berdasarkan beberapa fakta sejarah (situs, dokumen-dokumen dan ceritera-ceritera) berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan di atas.

Ende, sebagai tempat lahirnya inspirasi (konsep) : menyatunya keberagaman Indonesia;

Meskipun merupakan masa-masa sulit dalam pengasingan, namun sebagai tokoh sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, kehadiran beliau di Ende memberikan warna tersendiri bagi warga masyarakat Ende waktu itu. Kedekatannya dengan beberapa tokoh masyarakat dan bahkan para pastor yang adalah “orang belanda” di Ende merangsang pemikirannya untuk menemukan nilai-nilai pemersatu bangsa yang akan dijadikannya sebagai pegangan (dasar) di kala Indonesia merdeka nanti. Satu pertanyaan yang menggelitik beliau dalam satu pertemuannya dengan dua orang pastor Belanda sahabatnya, yaitu P. Johanes Bouma dan P. Huijtink, adalah ; pertama : dimana tempat ibumu yang beragama Hindu itu di dalam negara yang mayoritas muslim ini?, kedua : dimana tempat orang-orang Flores yang mayoritas katolik ini di dalam negara yang marxis dan mayoritas muslim itu?. Keberagaman yang ditemukan dan dialami beliau selama di Ende, menjadi inspirasi tersendiri dalam menyatukan keberagaman Nusantara.

Pohon sukun merupakan tempat permenungan;

Selama masa pengasingannya di Ende, Bung Karno banyak menghabiskan waktu senggangnya di bawah sebuah pohon sukun di tepi pantai, untuk duduk menyendiri, bersantai, sambil merenungi konsep-konsep apa yang akan ia wujudkan jika suatu saat Indonesia mencapai kemerdekaannya, terutama mengenai asas-asas pemersatu negara bangsa yang majemuk ini.

Suasana sejuk dan hening di bawah pohon sukun, ditemani suara deburan ombak dan tiupan angin laut, memberinya perasaan rileks yang mendalam dan kenyamanan dari bebagai tekanan yang ia alami. Pikiran-pikiran besar biasa dilahirkan secara spontan ketika seseorang sedang dalam keadaan rileks dan santai serta dalam suasana hati yang damai, apalagi ditemani suara alam yang mententeramkan jiwa. Tanpa beliau sadari, suasana di bawah pohon sukun menjadi daya tarik baginya karena di sana ia mendapatkan ketenangan batin dan menghabiskan waktu luang. Tapi apakah benar bahwa di bawah pohon sukun inilah terlahir inspirasi dasar negara Pancasila? Perlu dilakukan pembuktian mendalam mengenai ini.

Yang Menarik dari Sila Pertama

Kalau pendapat yang mengatakan bahwa Pancasila dilahirkan di Ende, mungkin dapat dibenarkan, jika kita mendalami kalimat pada sila pertama. Ada sebuah bukti yang menunjukan ciri khas ke-Ende-an dari sila pertama yang dicetuskan beliau ini, yaitu penggunaan kata “Esa” dari kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sebagaimana diakui, bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang hidup, yang senantiasa berkembang dan bertambah keberagaman (diperkaya) kosa-katanya baik dari bahasa asing (Melayu, Belanda, Arab, Latin, Sansekerta, dan lain-lain) maupun dari bahasa-bahasa daerah. Tidak diketahui pasti (dan menurut kami harus diperdalam melalui penelitan demi penelitian) mengenai keberadaan kosa kata “Esa” dalam bahasa Indonesia saat itu (antara tahun 1934 - 1938). Sepengetahuan kami, dalam bahasa Ende-Lio (yang merupakan bahasa ibu yang tumbuh dalam sejarah suku Ende-Lio sejak jaman nenek moyang), kata “Esa” berarti “Satu” atau “Tunggal”. Di dalam bahasa sansekerta tidak ditemukan kata “Esa”, melainkan kata “Tunggal” untuk menunjukan pengertian atau sifat “Satu”.

Selama di Ende, tentu beliau banyak bertemu dan bersosialisasi dengan masyarakat Ende, meski pun tidak begitu bebas, karena selalu dalam pengawasan kolonial Belanda. Kemungkinan dalam mengkonsepkan pemikiran bahwa “bangsa Indonesia memiliki Tuhan yang satu, yang memiliki sifat tunggal” beliau terinspirasi menggunakan kosa kata bahasa Ende-Lio untuk menyatakan sifat Tuhan yang “tunggal” atau “satu” itu. Dari pemikiran briliannya, beliau akhirnya meninggalkan jejak ke-Ende-an dengan menyisipkan kata “Esa” dalam kalimat sila pertama Pancasila.

Ramalan tentang kemedekaan Indonesia pada salah satu tonilnya;

Selain sebagai tempat inspirasi lahirnya Pancasila, di Ende pula beliau menyatakan “ramalan”nya tentang kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, yaitu melalui salah satu judul tonil yang di tampilkan oleh kelompok tonil “Kelimutu” yang dibentuknya, dalam pementasan di gedung Imaculata. Tonil itu berjudul “Dokter Syaitan”. Meskipun saat itu masih dianggap merupakan sebuah hasil karya fiksi (hasil imajinasi), namun di dalam naskah “Dokter Syaitan”, beliau secara terang-terangan mengungkapkan tanggal bakal lahirnya negara Indonesia. Hal ini tidak dipahami oleh para penonton tonil pada masa itu, termasuk “orang belanda” yang ikut menyaksikan. Inilah salah satu kehebatan seorang Soekarno, memiliki daya imajinasi yang kuat dan naluri serta firasat yang tajam, terutama tentang masa depan Indonesia.

Pembuktian lain yang menyatakan ketajaman naluri dan firasat beliau akan masa depan bangsa dibuktikan dalam salah satu pidatonya atau kalimat (pesan) yang pernah diucapkannya, yang apabila dilihat pada fakta-fakta yang terjadi pada negara ini di saat ini, ternyata mulai terbukti kebenarannya. Kalimat ucapannya itu bahwa “Perjuanganku sangatlah mudah, karena untuk mengusir penjajah, namun perjuanganmu  akanlah sulit, karena melawan bangsamu sendiri”.


Booking.com